JAM
KERJA PNS GURU 37,5 JAM PERMINGGU
Pasal
35 ayat (2) Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, ditegaskan bahwa beban kerja
guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan
sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Aturan tersebut kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 74/2008 tentang Guru, dalam Pasal 52, ayat (2) dinyatakan
bahwa beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu
pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Pada ayat (3) dikemukakan bahwa pemenuhan
beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empatpuluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam)
jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan pendidikan tempat tugasnya
sebagai Guru Tetap.
Pemaknaan
dari peraturan di atas adalah ketika seorang guru tidak cukup jam tatap muka di
satuan pangkal pendidikannnya (sekolah induknya) maka dengan persetujuan dinas
pendidikan kabupaten/kota yang bersangkutan dapat mengajar di sekolah lain
untuk mencukupi jam wajibnya. Namun persoalannya tidak semudah itu, kondisi di
lapangan yang terjadi adalah di banyak sekolah (utamanya di wilayah perkotaan)
tidak dapat menerima guru mata pelajaran tertentu dari sekolah lain mengingat
jam mengajar guru yang ada di sekolah itu pun tidak cukup atau
“dicukup-cukupkan”. Pola “pencukup-cukupan” pun dilakukan dengan memberi tugas
mengajar mata pelajaran lain (biasanya pelajaran serumpun, Muatan lokal atau
Keterampilan) atau dengan memberi tugas tambahan sebagai pengelola
perpustakaan, laboratorium, atau bengkel praktik.
Persoalan
lebih rumit pun dihadapi dalam pembagian tugas jam kerja bagi guru yang
diangkat dalam jabatan pengawas. Pengangkatan pengawas sekolah di beberapa
daerah yang tidak didasarkan pada analisis kebutuhan menyebabkan ketidak-jelasan
pembagian tugas pengawasan.
Di
sisi lain, banyak guru yang memaknai ketika jam tatap muka telah mencukupi
minimal 24 jam tatap muka/ jam mengajar seakan-akan yang bersangkutan telah
terlepas dari tugas-tugas pokok lainnya di sekolah. Dampaknya, yang
bersangkutan hadir di sekolah hanya apabila ada jam mengajarnya. Datang sebelum
jam pelajaran dan pulang setelah jam pelajarannya berakhir, contohnya seperti
kasus ibu guru di atas. Bahkan ketika dalam satu hari efektif tidak ada jam
mengajarnya maka ada kecenderungan guru untuk tidak datang di sekolah. Hal ini
dianggap sebagai “tambahan libur” atau kebijakan dari kepala sekolah.
Persepsi
yang salah tersebut harus diluruskan, karena dalam Penjelasan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52 ayat (2)
dinyatakan bahwa istilah tatap muka berlaku untuk pelaksanaan beban kerja guru
yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran. Beban kerja guru untuk
melaksanakan pembelajaran paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka
dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu
tersebut merupakan bagian jam kerja dari jam kerja sebagai pegawai yang secara
keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja dalam 1
(satu) minggu.
Sejalan
dengan hal tersebut, terkait dengan Standard Pelayanan Minimal bidang
pendidikan, dalam Permendiknas RI nomor 15 Tahun 2010 tentang
Standard Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota dalam pasal
2 ayat (2) point b.butir 5 dinyatakan bahwa salah satu bentuk pelayanaan
minimal di tingkat satuan pendidikan adalah “ setiap guru tetap bekerja 37,5
jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,membimbing atau melatih
peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan”.
Bila
dirata-ratakan 37, 5 jam /minggu dibagi 6 hari kerja maka dalam setiap hari
sekitar 6,5 jam kerja yang harus terpenuhi. Sehingga apabila seorang guru hadir
setiap harinya di sekolah pukul 07.00 maka paling cepat pukul 13.00 dia baru
dapat pulang. Apabila kehadiran guru di sekolah hanya berdasarkan jadwal
mengajar atau sekedar memenuhi 24 jam mengajar jelas standar minimal tersebut
tidak tercapai. Di jenjang SD, 1 jam pelajaran = 35 menit, di SMP 1 jam
pelajaran = 40 menit, dan di SMA 1 jam pelajaran = 45 menit.
Jika
dikonversi maka 24 jam pelajaran/minggu di SD hanya setara dengan 14 jam
kerja/minggu (24 x 35 : 60) atau kalau dirata-ratakan hanya 2, 3 jam/hari
kerja. Sedangkan di SMP untuk 24 jam/minggu hanya setara 16 jam kerja. Dengan
demikian, apabila seorang guru hanya hadir dengan orientasi memenuhi jam
mengajar minimalnya maka Standar Pelayanan Minimal, yang sebagaimana diharapkan
dalam Permendiknas RI nomor 15 /2005 tidak dapat terpenuhi.
Secara
tegas tentang kedisiplinan kehadiran PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010tentang Disiplin
Pegawai Negeri. Dalam Pasal 3 angka 11 PP tersebut dinyatakan PNS wajib “masuk
kerja dan menaati ketentuan jam kerja”. Penjelasan PP no 53 tahun 2010 pasal 3 angka 11 adalah
yang dimaksud dengan kewajiban untuk “masuk kerja dan menaati ketentuan jam
kerja” adalah setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai
ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas.
Apabila berhalangan hadir wajib memberitahukan kepada pejabat yang berwenang.
Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan
dikonversi 7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk
kerja. Dengan sanksi teringan bila tidak hadir 5 hari kerja diberi teguran
lisan dan sanksi terberat tidak masuk > 45
hari diberhentikan dengan tidak hormat.
Dari
uraian di atas, secara sederhana dapatlah dinyatakan bahwa ketika seorang guru
telah menerima tunjangan sertifikasi dan memenuhi jam tatap muka minimalnya 24
jam tidak lantas berarti guru tersebut terbebas dari tanggung jawab dan
tugas-tugas lainnya di sekolah. Selain menerima tunjangan profesi yang
bersangkutan juga menerima gaji haknya sebagai PNS sesuai golongan dan
kepangkatannya seperti pegawai-pegawai negeri sipil di instansi lain, sehingga
guru PNS juga terikat dengan kewajiban kehadiran di tempat tugas dan
aturan-aturan disiplin kepegawaian lainnnya yang berlaku. Sekalipun kebijakan
‘kehadiran” dan pemberian “libur tidak resmi” bagi guru PNS di tingkat
satuan pendidikan menjadi “aturan tidak tertulis” dan kewenangan kepala
sekolah.
Tulisan
ini hanya ingin sekadar mengingat dan merefleksi kembali apa yang seharus
menjadi tugas dan tanggung jawab teman-teman guru di lapangan. Persoalan tugas
dan tanggung jawab bukan hanya sekedar menggugurkan jam wajib tatap
muka/mengajar di muka kelas untuk mendapatkan tunjangan profesi. Ada tanggung jawab profesi
dan tanggung jawab moral yang lebih besar.
Di
sisi lain, pihak dinas pendidikan kabupaten selaku pengelola sertifikasi di
daerah pun perlu melakukan monitoring dan objektif terkait dengan
pemberian tunjangan profesi. Kelayakan tidak sekedar cukup-tidak cukup 24 jam,
dinilai secara administratif di atas meja berdasarkan Surat Keputusan Pembagian
Beban Kerja yang dibuat oleh kepala sekolah. Perlu pemberdayaan para pengawas
sekolah untuk melakukan verifikasi di lapangan.
Sekarang,
saatnyalah para guru untuk kembali berbenah melihat dan memperbaiki visi dan
paradigma. Tidak sekedar menjadi guru yang memenuhi tuntutan dan target
ketuntasan kurikulum, menjadi guru yang hanya menjadi media belajar buat
siswa, atau guru yang hadir ke sekolah untuk sekedar menggugurkan
kewajiban jam mengajar. Saatnya untuk berubah menjadi guru inspiratif. Guru
yang kehadiran mampu memberi semangat, warna dan makna bagi siswa, bagi sesama
rekan kerja, dan bagi lingkungannya. Guru adalah bak pelita penerang dalam
gulita …engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan. Semua itu hanya
dapat terasa dan terwujud jika didasari dengan kesadaran moral, komintmen
dan tanggung jawab untuk berbuat yang terbaik.
Sumber : http://ketenagaansmkn1miri.blogspot.com: